Kajian ini bertujuan untuk menilai efektifitas biaya imunisasi rotavirus dengan mempertimbangkan pola pemberian ASI atau air susu ibu.
Meskipun angka kejadian diare meningkat di Indonesia tetapi data rotavirus sebagai penyebab utama diare sangat sedikit didokumentasikan. Hasil surveylan prospektif pada 2006 menunjukkan bahwa infeksi rotavirus adalah penyebab utama diare berat pada anak di bawah 5 tahun terutama pada umur 6 sampai 24 bulan. Pemberian ASI terbukti melindungi dari rotavirus sehingga mencegah terjadinya diare. UNICEF dan WHO merekomendasikan bahwa anak-anak harus diberi ASI selama 6 bulan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. Pemerintah membutuhkan data manfaat ekonomi dan hasil kesehatan dari program vaksinasi sebelum direkomendasikan menjadi program rutin. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa imunisasi rotavirus ampuh mencegah kejadian diare tetapi belum mempertimbangkan pemberian ASI.
Penelitian dilakukan pada populasi di bawah 2 tahun dengan membandingkan kelompok yang diberi vaksin tanpa mempertimbangkan pola pemberian ASI dengan tiga kelompok skenario pemberian ASI yakni kelompok ASI eksklusif (EBF), kelompok ASI dengan tambahan (PBF) dan kelompok tanpa ASI (NBF). Data yang digunakan adaah Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 tentang pola menyusui, dengan populasi umur di bawah 5 tahun. Lalu diklasifikasikan dalam empat level keparahan diare yakni : ringan, sedang, berat dan kematian.
Evaluasi ekonomi dilakukan berdasarkan perspektif pemberi pelayanan kesehatan untuk menggambarkan dampak anggaran pada pelaksanaan vaksinasi rotavirus. (methods, sensitivity and budget impact analyses, section 2)
Metode evaluasi yang digunakan adalah dengan analisis ICER (incremental cost effectiveness ratio) atau menghitung tambahan biaya yang diperlukan untuk menghasilkan 1 tahun kualitas hidup. ICER diperoleh dari data QALY (quality adjusted life year) yang hilang dari bayi dan anak yang sakit, dan data biaya yang dikeluarkan selama sakit. Biaya dihitung dari perspektif pelayanan kesehatan (hanya biaya pengobatan langsung) dan perspektif sosial. Perspektif sosial meliputi biaya medis langsung seperti obat, diagnosa dan biaya tempat tidur saat dirawat, biaya non medis yakni transportasi dan biaya tidak langsung yakni produktivitas yang hilang karena sakit.
Analisis ICER dilakukan dari kasus dasar tanpa memerhitungkan pola pemberian ASI dan tiga scenario. Evaluasi vaksinasi rotavirus di Indonesia menggunakan defenisi dari WHO tentang efektifitas biaya imunisasi secara global berdasarkan GDP per kapita, yakni (i) sangat efektif (kurang dari 1 kali GDP per kapita); (ii) efektif (antara 1 sampai 3 kali GDP per kapita); dan (iii) tidak efektif (lebih dari 3 kali GDP per kapita).
Penelitian ini menggunakan Decision Tree Model berdasar kelompok usia secara kohort, yang dikembangkan oleh Universitas Groningen dengan nama “Consensus Model on Rotavirus Vaccination” atau CoRoVa yang digunakan pada negara berkembang dan negara maju untuk menilai seberapa efektif biaya dan keterjangkauan penggunaan imunisasi rotavirus secara global. Model ini dipakai karena mempermudah menjelaskan semua parameter
epidemiologi, aspek ekonomi dan karakteristik vaksin dan potensi menurunnya kemampuan imunitas. Harga vaksin yang digunakan adalah harga vaksin yang disubsidi oleh GAVI dan harga vaksin di pasaran.
Pada kasus dasar dengan harga pasar vaksin US$5 per dosis, diperoleh ICER sebesar US$174 dari perspektif sosial dan US$181 dari perspektif pelayanan kesehatan, jauh dibawah GDP per kapita Indonesia Tahun 2011 sebesar US$3495. Ini menegaskan bahwa pemberian imunisasi rotavirus sangat hemat biaya. Jika melihat dari 3 skenario pola pemberian ASI maka diperoleh bahwa scenario 3
memberikan menurunkan biaya paling sedikit dibandingkan 2 skenario lainnya. Dengan pemberian ASI di bawah 2 tahun yang optimal, efektivitas biaya akan meningkat menjadi US203 dan US$197 dari kedua perspektif, tetapi angka ini masih jauh di bawah ambang batas WHO untuk efektifitas biaya.
Jika menggunakan ambang batas GDP Indonesia US$3495 maka ICER dari kasus dasar dan semua skenario dapat diterima. Ini berarti bahwa imunisasi rotavirus secara biaya sangat hemat. Agar vaksin rotavirus terjangkau untuk dapat diimplementasikan, dari hasil perhitungan harga vaksin yang disubsidi (US$0,3) dan harga pasar, maka minimal anggaran yang harus disediakan pemerintah adalah US$ 10.175.000 untuk vaksin yang bersubsidi atau US$ 64.940.000 untuk vaksin dengan harga pasar.
Dari hasil penelitian di atas, diperoleh bahwa imunisasi rotavirus menurunkan angka kejadian diare untuk anak di bawah 5 tahun. Beban biaya akibat diare menjadi lebih rendah jika mempertimbangkan pola pemberian ASI. Penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa imunisasi ini sangat hemat biaya untuk dapat diimplementasikan dalam sebuah program. Tetapi jika dihitung anggaran yang harus disediakan untuk penyelenggaraan program yang mencapai hampir sepertiga anggaran total program imunisasi, pemerintah agaknya akan kesulitan mengadakan vaksin jika tanpa subsidi GAVI. Solusi yang bisa diambil adalah dengan produksi vaksin di Indonesia untuk menekan biaya, dan menjamin ketersediaan vaksin.